Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, Sri Kalokaprabotosari mengatakan komposisi meteor dengan material yang dilontarkan saat badai matahari tidaklah sama. Sehingga bisa disimpulkan dua fenomena alam ini tidak memiliki kaitan sama sekali.
“Badai matahari sama sekali tidak ada kaitannya dengan meteor karena perbedaan kandungan dari masing-masing benda meski sama-sama mengeluarkan panas,” ujarnya di Jakarta, Senin (3/5/2010).
Menurut Sri, meteor dominan dengan unsur besi sehingga ketika berbenturan dengan benda lain akan mengakibatkan kerusakan fatal.
Sementara untuk badai matahari sendiri berasal dari ledakan panas matahari yang berlangsung sangat kencang sehingga disebut dengan badai. Sri menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan fenomena badai matahari karena efek yang ditimbulkan hanya hawa panas. “Dan berefek pada kulit,” ungkapnya.
Sebelumnya, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) memprakirakan musim hujan meteor pada tahun ini jatuh pada bulan April dan Mei. Adapun jenis meteor yang jatuh bermacam-macam. Ada meteor Sporadis, Eta Aquarids, atau Lyrids.
“Untuk yang bulan April ada hujan meteor jenis Lyrid. Kalau bulan Mei meteor jenis Eta Aquarids,” terang peneliti utama astronomi dan astrofisika Lapan, Thomas Jamaluddin kepada wartawan di lokasi jatuhnya meteor di Duren Sawit, Jakarta.
Pada dasarnya penyebab hujan meteor yakni terjadinya gumpalan “awan meteor” karena bumi sedang berevolusi melewati lapisan sisa debu pada lintasan komet. Sehingga ketika komet mulai mendekat areal matahari, pancaran energi matahari menguapkan dan menghamburkan gumpalan es dan debu pada inti komet yang kemudian membentuk ekor.
Partikel dari debu-debu bagian ekor komet yang masih tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya tersebut merupakan gugusan meteorit yang kemudian gugusan meteorit tadi berpotensi menembus atmosfer dan terbakar di lapisan atmosfer sehingga menyebabkan munculnya hujan meteor.
Barang bukti meteorit yang menimpa rumah Sudarmodjo di Duren Sawit masih terus diteliti polisi. Selain tinggal menyisakan debu, sebagian lagi meteorit itu juga ada yang berbentuk cairan.
Menurut Kepala Pusat Balistik dan Metalurgi Puslabfor Mabes Polri, Kombes Pol Amril Kamil, pihaknya sudah meneliti benda tersebut dengan menggunakan sinar X-Ray.
"Ternyata ada 15 unsur, secara powder maupun bentuknya cairan," kata Amril di Jl Delima, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Amril memastikan, hasil penelitian Pulabfor, tidak ditemukan adanya unsur peledak atau pun sisa gas yang meledak. Benda tersebut, mirip dengan benda yang pernah jatuh di Bone 8 Oktober 2009 lalu.
Berdasarkan hasil olah TKP polisi, ada beberapa barang di sekitar rumah Sudarmodjo yang hancur. Polisi juga menemukan adanya beberapa barang yang meleleh akibat meteor tersebut.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memastikan rumah Sudarmodjo rusak akibat meteorit. Benda luar angkasa itu, diketahui juga mengarah dari arah barat daya. Namun untuk jenisnya, Lapan belum dapat memastikan.
"Dari analisis tempat kejadian, disimpulkan batuan metorit tersebut mengarah dari barat daya," kata kata Peneliti Utama Lapan Thomas Djamaluddin di Jl Delima, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Meteorit itu, lanjut Thomas, mengeluarkan energi panas yang cukup besar. Akibatnya, muncul tekanan sehingga genting-genting rumah rusak. Meteorit itu juga melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi.
"Genting-genting berhamburan dan beberapa material bangunan runtuh," imbuh Thomas.
Thomas meminta masyarakat di Jl Delima tidak perlu khawatir akan adanya kejadian yang serupa. Menurutnya, meteorit tidak akan jatuh di tempat yang sama. Saat ini, Lapan masih terus berupaya mencari tahu jenis meteorit tersebut.
"Jenisnya belum bisa ditentukan, karena objeknya bisa saja sudah hancur, bisa saja masih utuh, dan masih ada di antara reruntuhan," pungkasnya.
Sementara itu, pemilik rumah yang menjadi korban hantaman meteorit mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah. Sampai saat ini tidak ada satu pun dari elemen pemerintah yang datang membicarakan masalah ganti rugi.
Salah satu pemilik, Subari Marjuki, 68 tahun, yang rumahnya berada di samping kiri rumah Sudarmojo, mengeluhkan tidak adanya kejelasan terkait ganti rugi dari pemerintah.
"Kalau bicara kerugian ini bisa mencapai ratusan juta. Sementara masih harus tinggal di rumah anak," ujar Marjuki.
Warga yang rumahnya rusak meminta kepada pemerintah mengganti kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian pada Kamis pekan lalu. Menurut mereka kejadian ini adalah peristiwa alam dan harus menjadi tempat penelitian.
"Pemerintah harusnya membeli rumah warga, karena ini peristiwa alam dan harus menjadi tempat penelitian," ujarnya lagi.
Sementara Aci, 30 tahun, yang rumahnya ikut rusak juga berharap ada upaya ganti rugi dari pemerintah. Selain itu, tidak adanya petugas keamanan membuat banyak orang yang tidak dikenal selalu berusaha masuk ke dalam rumah.
"Ada yang ingin lihat, tapi ada juga mencari batu meteor untuk jimat dan dijadikan keris," ujarnya.
Warga sekitar terpaksa harus mengusir masyarakat yang sengaja datang untuk sekadar melihat-lihat. Mereka takut bangunan bisa saja roboh. "Kita juga takut ada barang yang hilang," ujar Aci.
Sementara itu, Kapolres Jakarta Timur, Kombes Hasanuddin mengatakan, terkait ganti rugi bisa saja diupayakan. Namun warga diminta mengajukan ke Pemda DKI atau pihak yang terkait dengan peristiwa tersebut.( suaramedia.com )
Blog : Surau Tingga || Judul : Ancaman Hujan Meteor dan Badai 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar