Debu Bulan Bisa Terbang Pada Kondisi Tanpa Gravitasi Dan Masuk Ke Paru - Paru - Sepanjang ekspedisi Apollo ke bulan tahun 1960-an, debu bulan adalah masalah yang sangat mengganggu penelitian. Debu bulan bersifat lengket dan kompak sehingga sulit dibersihkan.
Planet Venus terlihat persis berada di atas Bulan dari Quezon City, utara Manila, Filipina, Minggu (16/5). Kejadian langka itu disebut okultasi planet Venus oleh Bulan sabit tipis.
Hal ini disampaikan Profesor Brian O’Brien, mantan Kepala Peneliti Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), dalam kuliah umum di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Selasa (5/10/2010). Kuliah tamu ini diselenggarakan sebagai peringatan 20 tahun kerja sama Negara Bagian Australia Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ilmuwan luar angkasa yang kini mengajar di University of Western, Australia, ini memaparkan masalah debu bulan dalam proyek Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Pada 1960-an, Prof Brian O’Brien mengajar ilmu pengetahuan luar angkasa di Rice University, Houston, Texas.
Pada pendaratan pertama manusia di bulan dengan misi Apollo-11, kata O’Brien, deteksi adanya debu bulan sudah ada. Saat itu, ia membuat detektor debu sederhana yang memanfaatkan sel surya.
Detektor berukuran 10 cm x 10 cm dengan bobot 270 gram ini memantau tegangan dari sinar matahari di sel surya. Ketika ada debu, tegangan akan turun. Pendaratan dan penelitian di bulan selalu dilakukan pada pagi hari atau selama tiga hari bumi.
Dari penelitian Buzz Aldrin dan Neil Armstrong, kata O’Brien, diketahui bahwa debu ini lengket sehingga sulit dibersihkan. Semakin siang, debu semakin lengket dan sangat mengganggu penelitian. Hal ini tidak diprediksi sebelumnya.
Ketika ditanyakan sebab debu bersifat lengket, O’Brien serta- merta menjawab, tidak seorang pun mengetahuinya secara jelas. Debu itu tersusun dari silikon seperti pasir, tetapi ukurannya hanya 10 mikron. Partikel debu juga sangat pekat dengan bentuk beragam, ada yang bulat dan ada yang runcing.
Selain itu, kohesi debu lebih besar daripada adhesi. Karena itu, debu lebih kuat menempel dengan sesamanya ketimbang ke permukaan lain. Hal ini menyebabkan adanya cetakan seperti bentuk angka-angka ketika dalam misi Apollo 14, seorang astronot menabrak perlengkapan penelitian dan mengguncang debu bulan yang menempel. Sayang, kata O’Brien, penelitian ini hilang ketika dibawa ke bumi.
Debu bulan juga dinilai berbahaya sebab menempel di baju ruang angkasa. Debu bulan bisa terbang pada kondisi tanpa gravitasi dan masuk ke paru-paru.
Adanya debu bulan yang lengket diyakini membuat jejak pendaratan Apollo 11, jejak kaki Aldrin, dan jejak Armstrong masih tampak dalam foto pada 14 November 2009, 40 tahun setelah pendaratan di bulan pertama kali itu. Jejak-jejak itu tampak menghitam. Selain debu bulan, faktor lainnya yang menyebabkan jejak tetap terjaga adalah tiadanya angin, air, dan atmosfer.
Saat ini, kata O’Brien, data tentang debu bulan sudah dikumpulkan melalui perjalanan Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Namun, penelitian dan analisis mengenai data tentang debu bulan belum ada. Ia mengaku tertarik untuk kembali menekuni soal debu bulan setelah aktif dalam kegiatan terkait lingkungan hidup. ( kompas.com )
Planet Venus terlihat persis berada di atas Bulan dari Quezon City, utara Manila, Filipina, Minggu (16/5). Kejadian langka itu disebut okultasi planet Venus oleh Bulan sabit tipis.
Hal ini disampaikan Profesor Brian O’Brien, mantan Kepala Peneliti Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), dalam kuliah umum di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Selasa (5/10/2010). Kuliah tamu ini diselenggarakan sebagai peringatan 20 tahun kerja sama Negara Bagian Australia Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ilmuwan luar angkasa yang kini mengajar di University of Western, Australia, ini memaparkan masalah debu bulan dalam proyek Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Pada 1960-an, Prof Brian O’Brien mengajar ilmu pengetahuan luar angkasa di Rice University, Houston, Texas.
Pada pendaratan pertama manusia di bulan dengan misi Apollo-11, kata O’Brien, deteksi adanya debu bulan sudah ada. Saat itu, ia membuat detektor debu sederhana yang memanfaatkan sel surya.
Detektor berukuran 10 cm x 10 cm dengan bobot 270 gram ini memantau tegangan dari sinar matahari di sel surya. Ketika ada debu, tegangan akan turun. Pendaratan dan penelitian di bulan selalu dilakukan pada pagi hari atau selama tiga hari bumi.
Dari penelitian Buzz Aldrin dan Neil Armstrong, kata O’Brien, diketahui bahwa debu ini lengket sehingga sulit dibersihkan. Semakin siang, debu semakin lengket dan sangat mengganggu penelitian. Hal ini tidak diprediksi sebelumnya.
Ketika ditanyakan sebab debu bersifat lengket, O’Brien serta- merta menjawab, tidak seorang pun mengetahuinya secara jelas. Debu itu tersusun dari silikon seperti pasir, tetapi ukurannya hanya 10 mikron. Partikel debu juga sangat pekat dengan bentuk beragam, ada yang bulat dan ada yang runcing.
Selain itu, kohesi debu lebih besar daripada adhesi. Karena itu, debu lebih kuat menempel dengan sesamanya ketimbang ke permukaan lain. Hal ini menyebabkan adanya cetakan seperti bentuk angka-angka ketika dalam misi Apollo 14, seorang astronot menabrak perlengkapan penelitian dan mengguncang debu bulan yang menempel. Sayang, kata O’Brien, penelitian ini hilang ketika dibawa ke bumi.
Debu bulan juga dinilai berbahaya sebab menempel di baju ruang angkasa. Debu bulan bisa terbang pada kondisi tanpa gravitasi dan masuk ke paru-paru.
Adanya debu bulan yang lengket diyakini membuat jejak pendaratan Apollo 11, jejak kaki Aldrin, dan jejak Armstrong masih tampak dalam foto pada 14 November 2009, 40 tahun setelah pendaratan di bulan pertama kali itu. Jejak-jejak itu tampak menghitam. Selain debu bulan, faktor lainnya yang menyebabkan jejak tetap terjaga adalah tiadanya angin, air, dan atmosfer.
Saat ini, kata O’Brien, data tentang debu bulan sudah dikumpulkan melalui perjalanan Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Namun, penelitian dan analisis mengenai data tentang debu bulan belum ada. Ia mengaku tertarik untuk kembali menekuni soal debu bulan setelah aktif dalam kegiatan terkait lingkungan hidup. ( kompas.com )
Blog : Surau Tingga || Judul : Debu Bulan Bisa Terbang Pada Kondisi Tanpa Gravitasi Dan Masuk Ke Paru - Paru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar